Daftar Slot Onlinejoker123esports indonesiaSBOBETpoker onlinesbobet88
Tari Ebeg: Kesenian Tradisional Khas Banyumasan

Tari Ebeg

Tari ebeg

Kalau mendengar kata tari ebeg, mungkin tidak banyak dari kalian yang tahu. Nah ternyata, tari ebeg ini merupakan nama lain dari tari kuda lumping. Tahu kan?

Kalau mendengar nama ini pasti kalian langsung teringat dengan pertunjukkan yang di luar nalar manusia dan hanya bisa dilakukan oleh professional saja.

Untuk lebih jelasnya, yuk kita baha bersama mengenai tarian kuda lumping atau tari ebeg ini.

Pengertian Tari Ebeg

Ebeg merupakan bentuk kesenian tari daerah Banyumas yang menggunakan boneka kuda yang terbuat dari anyaman bambu dan kepalanya diberi ijuk sebagai rambut.

Masyarakat di Jawa Tengah dan Yogya biasa menyebutnya tarian ini dengan sebutan Jathilan atau Jarang Kepang.

Tarian Ebeg di daerah Banyumas menggambarkan prajurit perang yang sedang menunggang kuda. Kuda yang ditunggangi terbuat dari bahan baku bambu atau bahan lainnya yang dipotong dan diayam membentuk seperti kuda.

Kuda tersebut lalu dipercantik menggunakan rambut buatan di kuda tersebut dengan tali yang dikepang lalu diberi warna untuk menambahkan kesan yang indah dengan cat serta kain yang beraneka warna.

Tarian ini umumnya sekedar mementaskan adegan tentara berkuda, namun dari beberapa penampilannya mempersembahkan atraksi kesurupan, kesaktian, serta kemampuan ghaib.

Seperti pertunjukan memakan beling dan kekuatan badan terhadap siksaan pecut. Gerak tari ini menggambarkan kegagahan pemain Ebeg.

Apabila diamati tempo Tari Kuda Lumping ini sepertinya gambaran semangat kepahlawanan dan segi kemiliteran pada masa dahulu yakni pasukan kavaleri (khusus) berkuda.

Sejarah Tari Ebeg

Sejarah Tari Ebeg

Ada yang mengatakan tarian ini ialah bentuk dorongan kaum jelata kepada prajurit berkuda Pangeran Diponegoro dalam menghadapi kolonialis Belanda.

Versi lain ada yang menjelaskan bahwa tari ini adalah gambaran kisah perlawanan Raden Patah yang dibantu dengan Sunan Kalijaga. Pendapat lainnya menceritakan perihal pelatihan perang Prajurit Mataram yang dikoordinasikan oleh Sultan Hamengku Buwono I,  untuk menghadang barisan Belanda.

Diperkirakan, kesenian Ebeg ini sudah ada sejak abad 9, tepatnya ketika manusia mulai menganut aliran kepercayaan animisme dan dinamisme.

Salah satu bukti yang menguatkan Ebeg dalam jajaran kesenian tua adalah adanya bentuk-bentuk in trance (kesurupan) atau wuru. Bentuk-bentuk seperti ini merupakan ciri dari kesenian yang terlahir pada zaman animisme dan dinamisme.

Pengiring Tari Ebeg

Di Banyumas, biasanya ebeg ditampilkan dengan iringan musik calung banyumasan atau gamelan banyumasan.

Nayaga atau pengiring sudah menyatu dengan para penarinya. Awalnya pertunjukan Ebeg diiringi dengan alat musik yang disebut Bendhe.

Alat musik ini memiliki ciri fisik seperti gong akan tetapi berukuran lebih kecil terbuat dari logam. Kemudian peralatan musik lain adalah Gendhing Banyumasan pengiring seperti kendang, saron, kenong, gong dan terompet.

Busana dan Perlengkapan Tari Ebeg

Busana dan Perlengkapan Tari Ebeg

Pada saat menari para penari memakai busana dan tata rias yang wajar, namun ada juga kelompok penari yang busananya tidak wajar terutama untuk tutup kepala, yakni menggunakan mahkota wayang.

Busana yang wajar biasanya hanya memakai sebuah blangkon dan kacamata hitam. Pakaiannya menggunakan baju/kaos, rompi, celana panji (celana sebatas lutut), stagen,dan timang.

Penari yang memakai topeng hitam bernama Bejer (Tembem atau Doyok) dan yang memakai topeng putih disebut Panthul atau Bancak.

Bejer dan Penthul sendiri memiliki fungsi sebagai pelawak, penari dan penyanyi untuk menghibur pasukan berkuda saat beristirahat. Pergelaran Kuda Lumping bisa dilaksanakan di malam atau siang hari.

Akhir Kata

Itulah informasi lengkap mengenai Tari Ebeg dari Jawa. Tarian ini masih terus berkembang sampai sekarang karena cukup banyak yang melestarikannya. Dengan begitu, diharapkan kita semua juga bisa ikut melestarikan kesenian tersebut.

Semoga informasi ini berguna dan dapat menambah wawasan kalian, terutama di bidang seni Tari di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *